Pengrajin batu di bilangan Pacitan, Wonogiri dan Wonosari.Gunung Kidul (PAWONSARI) yang selama ini perkembangannya terseyok-seyok, dalam waktu tidak terlalu lama akan bernafas lega. Mereka akan bisa belajar lebih mendalami produk kerajinan yang terbuat dari bahan baku batu mulia dan batu batuan lain. Itulah segenggam harapan masyarakat menjelang berdirinya sentra industri kerajinan di Desa Wareng, Kecamatan Punung, Kab.Pacitan Jawa Timur, binaan Yayasan Sejahtera Bhakti Pratama.
Harapan itu rasanya tidak berlebihan mengingat Yayasan Sejahtera Bhakti Pratama yang diketuai Ibu Tatty Aburizal Bakrie menggandeng para pakar berkemampuan menggerakkan Sumber Daya Manusia yang sangat diperlukan dalam kegiatan produk kerajinan termasuk pemasaran yang selama ini menghantui pengrajin batu di di kawasan ini.
Daerah perbatasan Kabupaten Pacitan, Wonogiri dan Gunung Kidul kaya sumber daya alam berupa bahan baku kerajinan. Kekayaan itu belum digarap secara optimal. Para pengrajin mengolah secara tradisional untuk penghidupan sehari-hari. Sedang pengolahan 'batu mulia' yang lumayan besar digarap UBIBAM (Unit Bina Industri Batu Mulia) Sripati di desa Sukodono, Kecamatan Donorojo, Pacitan dan UBIBAM Sri Giri Sejati berpusat di desa Sejati, Kec.Giriwoyo. Kabupaten Wonogiri yang letaknya tidak terlalu jauh dari Kecamatan Punung.
Menurut pengakaman bapak Hardijanto S.I.P yang mantan petugas Bimbingan Produksi, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal, Kab.Wonogiri, yang sejak tahun 2003 dan setelah pensiun dipercaya Kadinas Sri Wahyuningsih S.H dan Bupati Wonogiri Begug Purnomosidi SH memimpin UBIBAM mencatat produk yang dikembangkan utamanya barulah asesoris lepas sesuai pesanan, karena keterbatasan dana, ketrampilan olah, pemasaran dan kurangnya info pasar.
Tidak aneh kalau kemudian para pengrajin serasa terhembus angin segar terbetiknya berita niatan Yayasan SEJAHTERA BHAKTI PRATAMA untuk mengembangkan kerajinan marmer dan batu-batuan di wilayah tandus di perbatasan Pacitan, Wonogiri dan Gunung Kidul.
Kalau kegiatan yayasan itu betul-betul tumbuh disitu, dan nantinya dapat mengembangkan klaster-klaster industri kerajinan termasuk kerajinan batu mulia dan menyediaan kebutuhan dari hulu sampai hilir akan sangat membantu pengrajin kecil disini. "Harapan para pengrajin Yayasan juga dapat menyediakan bahan baku yang dapat dibeli industri-industri kecil di wilayah ini. Pengrajin kecil tidak harus pergi ke Solo, Semarang atau Yogyakarta untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian biaya tinggi dapat dihindari, yang berarti akan menekan biaya produksi."
Tersedianya bahan baku, bahan baku pembantu, spare part mesin produksi dan kesediaan Yayasan Sejahtera Bhakti Pratama untuk menerima produk yang sesuai kualitas dan desain yang dikehendaki pasar dengan bimbingan-bimbingan dan pelatihan, tujuan Yayasan mengantar pengrajin kecil Pacitan dan sekitarnya menembus pasar ekspor dengan harga dan daya saing produk yang tinggi akan terujud.
Yang lebih menarik, tumbuh kembangnya kegiatan yayasan di wilayah tersebut akan mendorong berkembang usaha kecil yang baru dan saling mendukung. Contoh sederhana berkembangnya sentra industri akan banyak menyerap tenaga kerja. Kesemuanya memerlukan kebutuhan penunjang seperti makanan yang berarti akan tumbuh usaha lain semisal katering, makanan olahan, kebutuhan anak sekolah serta usaha-usaha kecil yang lain.
Demikian juga uraian Bapak Menkokesra tentang pengalaman pengrajin anyaman bambu di Lombok. karena di wilayah ini pohon bambu tumbuh dengan baik. Kemampuan desain perlu ditularkan, disini. Dengan demikian kiprah Yayasan peduli pengentasan usaha kecil akan lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Di Pacitan, Wonogiri dan Gunung Kidul banyak kekayaan alam yang dapat dikelola masyarakat. Sebagai contoh bambu yang harganya Rp. 5.000 sebatang dapat mengasilkan berlipat setelah diproses dengan baik. Bonggolnya dapat dibuat 'bebek-bebekan' sepeti di Klaten, keatas sedikit dibuat 'kenthongan', keatas lagi dibuat 'asbak', keatas lagi dibuat 'cangkir', keatas lagi dibuat 'tempat pensil' yang sangat artistis bila dipadu dengan batu mulia. Dan keatas lagi dianyam untuk berbagai perabotan rumah tangga. Masih banyak potensi yang belum tergali karena kurangnya pengetahuan dan permodalan.
Di Pacitan dan Wonogiri juga banyak obyek turis. Tak urung pusat kerajinan ini akan menjadi sasaran para turis, sehinga tersedianya show room yang bersedia menampung karya-karya rakyat, akan mendatangkan income yang cukup menarik untuk daerah.
Penulis juga berharap, Pemerintah Daerah mampu menangkap sinyal perkembangan yang akan terjadi di Jalur Selatan yang sedang giat-giatnya dibangun seiring berkembangnya kerajinan rakyat yang dipandu pakar-pakar berpengalaman di dunia bisnis yang diwadahi Yayasan Sejahtera Bhakti Pratama. Misalnya daerah segera membangun sekolah kejuruan khusus industri terkait unggulan wilayah.
Belajar dari pengalaman, daya saing produk menjadi lemah karena mata rantai yang terlalu panjang. Sebagai contoh bahan kebutuhan baku dari petani, ke tengkulak, ke pengumpul, ke pengumpul besar baru ke pabrik.
Jadi dari bahan baku saja nilainya sudah tinggi.Tragisnya yang menikmati harga yang tinggi bukan petani. Maka harus dicari upaya agar petani maupun pengumpul besar dapat menikmati tanpa mematikan kehidupan mata rantai dengan cara memberi peluang .Adanya peluang usaha yang kondusif maka mata rantai ditengah akan beralih ke profesi lain yang lebih menjanjikan.Disini Koperasi dapat berperan banyak,
Kendala klise seperti masalah modal, teknologi produksi, pemasaran, dan penguasaan informasi pasar diharapkan akan terpecahkan dengan hadirnya yayasan.
Akan sangat menarik kalau Yayasan Sejahtera Bhakti Pratama juga menggandeng Yayasan Dana Sejahtera Mandiri yang selama ini dikenal banyak berperan dalam upaya pemberdayaan keluarga, termasuk pemberdayaan usaha kecil dan koperasi yang ada di Wonogiri dan Jawa Timur termasuk Pacitan..
Hal ini mengingat persoalan pertama pengrajin kecil adalah kesulitan permodalan. Kalau modal dapat difasilitasi dari Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri), akan tumbuh usaha baru. Namun jangan dilepas. Perlu ada pengawasan, pengarahan dan bimbingan dari instansi teknis. Kalau diberi kredit modal usaha tanpa diberikan bimbingan pada saat pengembalian akan keberatan atau bahkan disalah gunakan.
Dari segi teknologi produksi Yayasan Sejahtera Bhakti Pratama yang menurut Menkokesra mempunyai banyak ahli diharapkan memberikan bimbingan teknik produksi mulai SDM-nya, produktifitasnya, mengenai achievement motivation (motifasi untuk maju), efisiennya, mengenai produk yang berkualitas, akhirnya akan tumbuh produktifitas tenaga kerja yang baik dengan tingkat efisiensi yang tinggi.
Kemudian pasar. Kalau Bapak Menkokesra menyebut bahwa yayasan Sejahtera Bhakti Pratama telah memiliki 3000 desain dan pasar ekspor, hal ini sangat diharapkan dan ditunggu pengrajin Pacitan dan Wonogiri.
Yang tidak kalah penting adalah kendala budaya yang biasa terjadi di daerah PAWONSARI perlu pembinaan dengan penuh kesabaran. Bagi masyarakat pedesaan kalau ada orang punya hajat tidak hadir, ada orang sakit tidak ikut mengantar ke dokter akan di omong orang. Lembur sampai malam disebut berisik dsb. Akibatnya ketepatan waktu, sering dilanggar.
Kerajinan 'batu mulia' bukan kebutuhan sehari-hari, tetapi untuk orang-orang tertentu yang menyenangi batu. Harganya sulit diukur. Karena selain langka juga merupakan barang seni. Maka kalau pasar dapat difasilitas industri kecil di PAWONSARI akan dapat berkembang.
Masalah tenaga kerja sebenarnya tidak terlalu sulit karena para pengrajin paling tidak telah memiliki ketrampilan dasar. Jaditadi lalau desain sudah ditentukan berarti peluang akan semakin terbuka.
Pengalaman selama ini UBIBAM Sri Giri Sejati dengan 20 tenaga kerja tetap, didukung tenaga trampil tidak tetap, selama ini melayani pesanan. Itupun batu lepas, belum dirakit. Kreasi bentuk yang sudah digarap antara lain buah-buahan, hewan dan piala. Kalau dari yayasan bisa mengadakan pelatihan mengenai bagaimana merakit asesoris menjadi perhiasan yang langsung bisa dipakai seperti giwang, kalung dan lain-lain berarti nilai tambahnya akan diambil masyarakat.
Selama ini yang mengambil "nilai tambah" bukan masyarakat Wonogiri dan Pacitan tetapi Yogya, Bali, Semarang dan Jakarta. Kita hanya membuat oval, bulatan silinder dan berbagai macam asesoris lepas.Bahkan kristal serumit apapun pengrajin sudah bisa membuatnya.
Di Bali, Yogya, Semarang dan Jakarta asesoris lepas dirakit dengan perak kemudian di ekspor. Disini belum bisa. Maka perlu ada pelatihan perakitan batu mulia. Selama ini turis disini belum bisa beli perhiasan.Yang ada baru sebatas 'akik' yang lepas dari embanannya.
Dari sisi pengamanan pengrajin UBIBAM yang dijumpai penulis bertutur selama administrasi berjalan baik, kemungkinan hilang kecil. Gudang selalu mencatat bahan baku yang dikeluarkan untuk diolah.. Jenis batu untuk diolah jadi bentuk apa sudah dapat dihitung. Apalagi untuk satu produk dikerjakan lebih dari satu orang. Misalnya bagian pemotongan batu, setelah selesai dipotong dibawa ke bagian pembentukan; kemudian dibawa ke bagian poles atau penghalusan. Jadi tidak akan terjadi petugas membawa hasil produk, karena yang lain akan mengetahui.
Tentang bahan baku, di Wonogiri banyak diketemukan batu kelas empat dengan tingkat kekerasan 4 sampai dengan 7 antara lain Obsidiaan dan agaat dll. Maka dalam pengembangan industri seyogyanya berpikir selain menggunakan bahan baku yang banyak diketemukan di lokasi setempat bisa saja didatangkan dari daerah lain,seperti dari Lampung atau Kalimantan, namun pengerjaannya disini. Terlebih lagi dalam praktek jenis batu yang diinginkan, tergantung selera pasar.
Deretan pegunungan kapur Wonogiri menyimpan potensi yang luar biasa. Dalam lapisan tanah dan bebatuan gunung itu terpendam sebuah ”harta karun”. Beberapa jenis batuan dapat diolah menjadi berbagai perhiasan.
Cukup dipoles sedikit, jadilah ia berkilauan, seakan menyala ditimpa sinar matahari. Ya, daerah itu mengandung banyak batu alam dan batu mulia yang bisa disulap menjadi batu-batu hias. Beragam jenis batu mulia dapat dijumpai. Seperti batu Jasper, Agate, Carnelian, Kuarsa, hingga batu fosil kayu yang berumur jutaan tahun. Selain ditemukan di alam, batuan itu juga kerap dijumpai di tanah pekarangan warga.
Ketika masih teronggok di pekarangan atau tersembunyi di antara tumpukan bebatuan, penampilannya tidak terlalu mencolok. Namun berkat tangan dingin perajin, nilainya menjulang tinggi, mulai seharga ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Hadi Sutrisno (42), seorang perajin batu alam Dukuh Giritengah RT3 RW2 Desa Sejati, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri mengatakan, batu-batu mulia itu dapat dijumpai di wilayah Wonogiri. Paling banyak adalah batu Jasper merah. Namun, para perajin terkadang juga mendatangkan batu Jasper kuning dari Pacitan (Jatim).
Batu Jasper berasal dari batuan kars atau kapur yang telah berusia jutaan tahun. Tingkat kekerasannya mencapai 6,5 Skala Mohs. Kekerasannya jauh lebih tinggi dari batu kapur biasa namun di bawah kuarsa. Batu itu dapat dipoles menjadi berbagai asesoris, hiasan taman, atau hiasan interior ruangan. Pria yang telah enam tahun menekuni kerajinan batu alam itu mengungkapkan, batu hias jenis Jasper kini diminati. Kerajinan batu alam itu menggantikan batu akik yang surut sejak krisis moneter 1997 silam.
Berbeda dari akik, kerajinan batu alam dibuat dalam bongkahan-bongkahan ukuran besar. Mulai sebesar bola sepak sampai seukuran meja makan. Batu itu digerinda dan diampelas. Satu bongkah batu besar membutuhkan waktu beberapa hari. Hasilnya, batu menjadi kinclong berkilauan seperti kaca. ”Untuk menyalakan (mengkilapkan) batu butuh waktu 3-6 hari,” ujarnya.
Batu-batu Jasper merah, Jasper kuning, ataupun fosil kayu dipoles tanpa mengubah bentuk aslinya. Guratan atau tonjolan-tonjolan batu itu tidak dihilangkan, namun justru ditampakkan. Tidak jarang pembeli memesan bentuk sesuai dengan keinginannya.
Walyono (46), pemilik Kelompok Usaha Bersama (KUB) Permata Sari Desa Wates RT2 RW5 Kelurahan Giriwoyo, Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri mengatakan, para perajin daerah itu juga membuat perhiasan dan asesoris dari batu Obsidian. Hanya saja, batu Obsidian harus didatangkan dari Sukabumi, Sumatera, Kalimantan, atau Papua. Harga bahan baku Obsidian berkisar Rp 8.000/kg.
Batu-batu Obsidian dibuat dalam ukuran yang lebih kecil. Semisal untuk kalung, gelang, atau giwang. Ada pula yang dijadikan asesoris berbentuk buah-buahan dan binatang. Harga produk itu bervariasi, antara Rp 10.000 - 160.000/buah. Pasarnya mencapai Bali, Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta. ”Pokoknya ke kota-kota yang banyak turisnya,” katanya.
Meski demikian, perajin mengalami kendala. Yakni masalah listrik dan peralatan. Mereka membutuhkan listrik dan peralatan yang lebih memadai untuk memenuhi permintaan. Sebab, permintaan batu mulia itu sangat besar. Tidak jarang, dia menerima pesanan lebih dari 3.000 buah, sementara kemampuan produksi dalam situasi normal baru 2.500 buah/bulan.
Daerah itu juga memiliki Unit Bina Industri Batu Mulia (Ubibam) Sri Giri Sejati di Desa Sejati, Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri. Perusahaan yang berdiri sejak 1989 itu menghasilkan produk perhiasan, kerajinan, dan asesoris dari batu-batuan. Meski demikian, perusahaan itu mengalami kendala permodalan.
Manajer Ubibam, Sugiyanto mengungkapkan, permodalan menjadi masalah utama, seperti halnya perajin skala rumah tangga. Padahal, permintaan sangat tinggi. Pihaknya bahkan tidak mampu memenuhi permintaan dari Malaysia. Sebab, biaya operasional seperti pengiriman barang, perekrutan tenaga kerja, sampai pembelian bahan baku sangat tinggi.
Kabid Perindustrian Disperindagkop Wonogiri, Gunawan SIP mengatakan, potensi kerajinan batu mulia di Wonogiri sebenarnya sangat besar. Hanya saja, para perajin itu terkendala permodalan. Terutama kejelasan status bagi Ubibam. Selama ini perusahaan itu belum pernah menerima penyertaan modal dari APBD. Padahal, order berdatangan dari berbagai daerah, seperti Bali, Semarang, Jakarta, Bandung.
Harapan itu rasanya tidak berlebihan mengingat Yayasan Sejahtera Bhakti Pratama yang diketuai Ibu Tatty Aburizal Bakrie menggandeng para pakar berkemampuan menggerakkan Sumber Daya Manusia yang sangat diperlukan dalam kegiatan produk kerajinan termasuk pemasaran yang selama ini menghantui pengrajin batu di di kawasan ini.
Daerah perbatasan Kabupaten Pacitan, Wonogiri dan Gunung Kidul kaya sumber daya alam berupa bahan baku kerajinan. Kekayaan itu belum digarap secara optimal. Para pengrajin mengolah secara tradisional untuk penghidupan sehari-hari. Sedang pengolahan 'batu mulia' yang lumayan besar digarap UBIBAM (Unit Bina Industri Batu Mulia) Sripati di desa Sukodono, Kecamatan Donorojo, Pacitan dan UBIBAM Sri Giri Sejati berpusat di desa Sejati, Kec.Giriwoyo. Kabupaten Wonogiri yang letaknya tidak terlalu jauh dari Kecamatan Punung.
Menurut pengakaman bapak Hardijanto S.I.P yang mantan petugas Bimbingan Produksi, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal, Kab.Wonogiri, yang sejak tahun 2003 dan setelah pensiun dipercaya Kadinas Sri Wahyuningsih S.H dan Bupati Wonogiri Begug Purnomosidi SH memimpin UBIBAM mencatat produk yang dikembangkan utamanya barulah asesoris lepas sesuai pesanan, karena keterbatasan dana, ketrampilan olah, pemasaran dan kurangnya info pasar.
Tidak aneh kalau kemudian para pengrajin serasa terhembus angin segar terbetiknya berita niatan Yayasan SEJAHTERA BHAKTI PRATAMA untuk mengembangkan kerajinan marmer dan batu-batuan di wilayah tandus di perbatasan Pacitan, Wonogiri dan Gunung Kidul.
Kalau kegiatan yayasan itu betul-betul tumbuh disitu, dan nantinya dapat mengembangkan klaster-klaster industri kerajinan termasuk kerajinan batu mulia dan menyediaan kebutuhan dari hulu sampai hilir akan sangat membantu pengrajin kecil disini. "Harapan para pengrajin Yayasan juga dapat menyediakan bahan baku yang dapat dibeli industri-industri kecil di wilayah ini. Pengrajin kecil tidak harus pergi ke Solo, Semarang atau Yogyakarta untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian biaya tinggi dapat dihindari, yang berarti akan menekan biaya produksi."
Tersedianya bahan baku, bahan baku pembantu, spare part mesin produksi dan kesediaan Yayasan Sejahtera Bhakti Pratama untuk menerima produk yang sesuai kualitas dan desain yang dikehendaki pasar dengan bimbingan-bimbingan dan pelatihan, tujuan Yayasan mengantar pengrajin kecil Pacitan dan sekitarnya menembus pasar ekspor dengan harga dan daya saing produk yang tinggi akan terujud.
Yang lebih menarik, tumbuh kembangnya kegiatan yayasan di wilayah tersebut akan mendorong berkembang usaha kecil yang baru dan saling mendukung. Contoh sederhana berkembangnya sentra industri akan banyak menyerap tenaga kerja. Kesemuanya memerlukan kebutuhan penunjang seperti makanan yang berarti akan tumbuh usaha lain semisal katering, makanan olahan, kebutuhan anak sekolah serta usaha-usaha kecil yang lain.
Demikian juga uraian Bapak Menkokesra tentang pengalaman pengrajin anyaman bambu di Lombok. karena di wilayah ini pohon bambu tumbuh dengan baik. Kemampuan desain perlu ditularkan, disini. Dengan demikian kiprah Yayasan peduli pengentasan usaha kecil akan lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Di Pacitan, Wonogiri dan Gunung Kidul banyak kekayaan alam yang dapat dikelola masyarakat. Sebagai contoh bambu yang harganya Rp. 5.000 sebatang dapat mengasilkan berlipat setelah diproses dengan baik. Bonggolnya dapat dibuat 'bebek-bebekan' sepeti di Klaten, keatas sedikit dibuat 'kenthongan', keatas lagi dibuat 'asbak', keatas lagi dibuat 'cangkir', keatas lagi dibuat 'tempat pensil' yang sangat artistis bila dipadu dengan batu mulia. Dan keatas lagi dianyam untuk berbagai perabotan rumah tangga. Masih banyak potensi yang belum tergali karena kurangnya pengetahuan dan permodalan.
Di Pacitan dan Wonogiri juga banyak obyek turis. Tak urung pusat kerajinan ini akan menjadi sasaran para turis, sehinga tersedianya show room yang bersedia menampung karya-karya rakyat, akan mendatangkan income yang cukup menarik untuk daerah.
Penulis juga berharap, Pemerintah Daerah mampu menangkap sinyal perkembangan yang akan terjadi di Jalur Selatan yang sedang giat-giatnya dibangun seiring berkembangnya kerajinan rakyat yang dipandu pakar-pakar berpengalaman di dunia bisnis yang diwadahi Yayasan Sejahtera Bhakti Pratama. Misalnya daerah segera membangun sekolah kejuruan khusus industri terkait unggulan wilayah.
Belajar dari pengalaman, daya saing produk menjadi lemah karena mata rantai yang terlalu panjang. Sebagai contoh bahan kebutuhan baku dari petani, ke tengkulak, ke pengumpul, ke pengumpul besar baru ke pabrik.
Jadi dari bahan baku saja nilainya sudah tinggi.Tragisnya yang menikmati harga yang tinggi bukan petani. Maka harus dicari upaya agar petani maupun pengumpul besar dapat menikmati tanpa mematikan kehidupan mata rantai dengan cara memberi peluang .Adanya peluang usaha yang kondusif maka mata rantai ditengah akan beralih ke profesi lain yang lebih menjanjikan.Disini Koperasi dapat berperan banyak,
Kendala klise seperti masalah modal, teknologi produksi, pemasaran, dan penguasaan informasi pasar diharapkan akan terpecahkan dengan hadirnya yayasan.
Akan sangat menarik kalau Yayasan Sejahtera Bhakti Pratama juga menggandeng Yayasan Dana Sejahtera Mandiri yang selama ini dikenal banyak berperan dalam upaya pemberdayaan keluarga, termasuk pemberdayaan usaha kecil dan koperasi yang ada di Wonogiri dan Jawa Timur termasuk Pacitan..
Hal ini mengingat persoalan pertama pengrajin kecil adalah kesulitan permodalan. Kalau modal dapat difasilitasi dari Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri), akan tumbuh usaha baru. Namun jangan dilepas. Perlu ada pengawasan, pengarahan dan bimbingan dari instansi teknis. Kalau diberi kredit modal usaha tanpa diberikan bimbingan pada saat pengembalian akan keberatan atau bahkan disalah gunakan.
Dari segi teknologi produksi Yayasan Sejahtera Bhakti Pratama yang menurut Menkokesra mempunyai banyak ahli diharapkan memberikan bimbingan teknik produksi mulai SDM-nya, produktifitasnya, mengenai achievement motivation (motifasi untuk maju), efisiennya, mengenai produk yang berkualitas, akhirnya akan tumbuh produktifitas tenaga kerja yang baik dengan tingkat efisiensi yang tinggi.
Kemudian pasar. Kalau Bapak Menkokesra menyebut bahwa yayasan Sejahtera Bhakti Pratama telah memiliki 3000 desain dan pasar ekspor, hal ini sangat diharapkan dan ditunggu pengrajin Pacitan dan Wonogiri.
Yang tidak kalah penting adalah kendala budaya yang biasa terjadi di daerah PAWONSARI perlu pembinaan dengan penuh kesabaran. Bagi masyarakat pedesaan kalau ada orang punya hajat tidak hadir, ada orang sakit tidak ikut mengantar ke dokter akan di omong orang. Lembur sampai malam disebut berisik dsb. Akibatnya ketepatan waktu, sering dilanggar.
Kerajinan 'batu mulia' bukan kebutuhan sehari-hari, tetapi untuk orang-orang tertentu yang menyenangi batu. Harganya sulit diukur. Karena selain langka juga merupakan barang seni. Maka kalau pasar dapat difasilitas industri kecil di PAWONSARI akan dapat berkembang.
Masalah tenaga kerja sebenarnya tidak terlalu sulit karena para pengrajin paling tidak telah memiliki ketrampilan dasar. Jaditadi lalau desain sudah ditentukan berarti peluang akan semakin terbuka.
Pengalaman selama ini UBIBAM Sri Giri Sejati dengan 20 tenaga kerja tetap, didukung tenaga trampil tidak tetap, selama ini melayani pesanan. Itupun batu lepas, belum dirakit. Kreasi bentuk yang sudah digarap antara lain buah-buahan, hewan dan piala. Kalau dari yayasan bisa mengadakan pelatihan mengenai bagaimana merakit asesoris menjadi perhiasan yang langsung bisa dipakai seperti giwang, kalung dan lain-lain berarti nilai tambahnya akan diambil masyarakat.
Selama ini yang mengambil "nilai tambah" bukan masyarakat Wonogiri dan Pacitan tetapi Yogya, Bali, Semarang dan Jakarta. Kita hanya membuat oval, bulatan silinder dan berbagai macam asesoris lepas.Bahkan kristal serumit apapun pengrajin sudah bisa membuatnya.
Di Bali, Yogya, Semarang dan Jakarta asesoris lepas dirakit dengan perak kemudian di ekspor. Disini belum bisa. Maka perlu ada pelatihan perakitan batu mulia. Selama ini turis disini belum bisa beli perhiasan.Yang ada baru sebatas 'akik' yang lepas dari embanannya.
Dari sisi pengamanan pengrajin UBIBAM yang dijumpai penulis bertutur selama administrasi berjalan baik, kemungkinan hilang kecil. Gudang selalu mencatat bahan baku yang dikeluarkan untuk diolah.. Jenis batu untuk diolah jadi bentuk apa sudah dapat dihitung. Apalagi untuk satu produk dikerjakan lebih dari satu orang. Misalnya bagian pemotongan batu, setelah selesai dipotong dibawa ke bagian pembentukan; kemudian dibawa ke bagian poles atau penghalusan. Jadi tidak akan terjadi petugas membawa hasil produk, karena yang lain akan mengetahui.
Tentang bahan baku, di Wonogiri banyak diketemukan batu kelas empat dengan tingkat kekerasan 4 sampai dengan 7 antara lain Obsidiaan dan agaat dll. Maka dalam pengembangan industri seyogyanya berpikir selain menggunakan bahan baku yang banyak diketemukan di lokasi setempat bisa saja didatangkan dari daerah lain,seperti dari Lampung atau Kalimantan, namun pengerjaannya disini. Terlebih lagi dalam praktek jenis batu yang diinginkan, tergantung selera pasar.
Deretan pegunungan kapur Wonogiri menyimpan potensi yang luar biasa. Dalam lapisan tanah dan bebatuan gunung itu terpendam sebuah ”harta karun”. Beberapa jenis batuan dapat diolah menjadi berbagai perhiasan.
Cukup dipoles sedikit, jadilah ia berkilauan, seakan menyala ditimpa sinar matahari. Ya, daerah itu mengandung banyak batu alam dan batu mulia yang bisa disulap menjadi batu-batu hias. Beragam jenis batu mulia dapat dijumpai. Seperti batu Jasper, Agate, Carnelian, Kuarsa, hingga batu fosil kayu yang berumur jutaan tahun. Selain ditemukan di alam, batuan itu juga kerap dijumpai di tanah pekarangan warga.
Ketika masih teronggok di pekarangan atau tersembunyi di antara tumpukan bebatuan, penampilannya tidak terlalu mencolok. Namun berkat tangan dingin perajin, nilainya menjulang tinggi, mulai seharga ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Hadi Sutrisno (42), seorang perajin batu alam Dukuh Giritengah RT3 RW2 Desa Sejati, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri mengatakan, batu-batu mulia itu dapat dijumpai di wilayah Wonogiri. Paling banyak adalah batu Jasper merah. Namun, para perajin terkadang juga mendatangkan batu Jasper kuning dari Pacitan (Jatim).
Batu Jasper berasal dari batuan kars atau kapur yang telah berusia jutaan tahun. Tingkat kekerasannya mencapai 6,5 Skala Mohs. Kekerasannya jauh lebih tinggi dari batu kapur biasa namun di bawah kuarsa. Batu itu dapat dipoles menjadi berbagai asesoris, hiasan taman, atau hiasan interior ruangan. Pria yang telah enam tahun menekuni kerajinan batu alam itu mengungkapkan, batu hias jenis Jasper kini diminati. Kerajinan batu alam itu menggantikan batu akik yang surut sejak krisis moneter 1997 silam.
Berbeda dari akik, kerajinan batu alam dibuat dalam bongkahan-bongkahan ukuran besar. Mulai sebesar bola sepak sampai seukuran meja makan. Batu itu digerinda dan diampelas. Satu bongkah batu besar membutuhkan waktu beberapa hari. Hasilnya, batu menjadi kinclong berkilauan seperti kaca. ”Untuk menyalakan (mengkilapkan) batu butuh waktu 3-6 hari,” ujarnya.
Batu-batu Jasper merah, Jasper kuning, ataupun fosil kayu dipoles tanpa mengubah bentuk aslinya. Guratan atau tonjolan-tonjolan batu itu tidak dihilangkan, namun justru ditampakkan. Tidak jarang pembeli memesan bentuk sesuai dengan keinginannya.
Walyono (46), pemilik Kelompok Usaha Bersama (KUB) Permata Sari Desa Wates RT2 RW5 Kelurahan Giriwoyo, Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri mengatakan, para perajin daerah itu juga membuat perhiasan dan asesoris dari batu Obsidian. Hanya saja, batu Obsidian harus didatangkan dari Sukabumi, Sumatera, Kalimantan, atau Papua. Harga bahan baku Obsidian berkisar Rp 8.000/kg.
Batu-batu Obsidian dibuat dalam ukuran yang lebih kecil. Semisal untuk kalung, gelang, atau giwang. Ada pula yang dijadikan asesoris berbentuk buah-buahan dan binatang. Harga produk itu bervariasi, antara Rp 10.000 - 160.000/buah. Pasarnya mencapai Bali, Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta. ”Pokoknya ke kota-kota yang banyak turisnya,” katanya.
Meski demikian, perajin mengalami kendala. Yakni masalah listrik dan peralatan. Mereka membutuhkan listrik dan peralatan yang lebih memadai untuk memenuhi permintaan. Sebab, permintaan batu mulia itu sangat besar. Tidak jarang, dia menerima pesanan lebih dari 3.000 buah, sementara kemampuan produksi dalam situasi normal baru 2.500 buah/bulan.
Daerah itu juga memiliki Unit Bina Industri Batu Mulia (Ubibam) Sri Giri Sejati di Desa Sejati, Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri. Perusahaan yang berdiri sejak 1989 itu menghasilkan produk perhiasan, kerajinan, dan asesoris dari batu-batuan. Meski demikian, perusahaan itu mengalami kendala permodalan.
Manajer Ubibam, Sugiyanto mengungkapkan, permodalan menjadi masalah utama, seperti halnya perajin skala rumah tangga. Padahal, permintaan sangat tinggi. Pihaknya bahkan tidak mampu memenuhi permintaan dari Malaysia. Sebab, biaya operasional seperti pengiriman barang, perekrutan tenaga kerja, sampai pembelian bahan baku sangat tinggi.
Kabid Perindustrian Disperindagkop Wonogiri, Gunawan SIP mengatakan, potensi kerajinan batu mulia di Wonogiri sebenarnya sangat besar. Hanya saja, para perajin itu terkendala permodalan. Terutama kejelasan status bagi Ubibam. Selama ini perusahaan itu belum pernah menerima penyertaan modal dari APBD. Padahal, order berdatangan dari berbagai daerah, seperti Bali, Semarang, Jakarta, Bandung.