Ruben Ruppath, warga negara Jerman yang sekarang ini ikuti program pertukaran pelajar di Indonesia dengan bersekolah di SMA Unggulan Negeri 17 Palembang tengah menggilai batu akik.
Tidak tanggung-tanggung, remaja Jerman yang duduk di kelas XI ini mempunyai sendiri alat gerinda, serta sudah bikin belasan perhiasan batu akik mulai sejak empat bln. paling akhir.
Gagasannya, warga Berlin ini bakal membawa batu akik juga sebagai oleh-oleh untuk sanak keluarga saat kembali ke Jerman dua bln. yang akan datang.
" Awalannya di ajak rekan sekolah ke pusat pembuatan batu akik. Awalannya heran mengapa sangat banyak orang yang mengerubungi pengasah batu, namun saat ini malah mereka yang heran mengapa ada bule yang mengasah batu, " kata Ruben ang didapati di stan sekolahnya di pameran pendidikan peringatan Hari Pendidikan Nasional di Palembang, Jumat (8/5).
Ruben sontak jadi perhatian pengunjung pada pameran itu lantaran tampang bule-nya jadi sangatlah kontras saat tengah memakai alat gerinda.
Walau repot, Ruben dengan ramah meladeni pertanyaan beberapa pengunjung sambil mengasah batu dengan lembar amplas. Ia tampak cekatan dengan sesekali mencelupkan batu di air yang diletakkan dalam gelas air mineral.
" Mari saksikan, batu punya saya telah dipajang di almari kaca, namun janganlah di tanya namanya lantaran saya tidak paham. Pokoknya ini batu-batu yang kerap digunakan wong Palembang (lavender, bacan, sunkis, red), " kata Ruben yang mulai lancar berbahasa Indonesia sesudah tinggal berbarengan keluarga angkat sepanjang delapan bln..
Ruben tidak menolak kegemaran pada batu akik lantaran di pengaruhi kehebohan yang berlangsung di Palembang, yaitu dari mulai pusat keramaian sampai pemukiman masyarakat ada kesibukan jual serta mengasah batu akik.
Ia juga temukan satu kemiripan saat berkunjung ke kota lain, yaitu Padang, Bukittinggi, Bandung, serta Jakarta.
" Nyatanya, demam batu ini bukan sekedar di Palembang saja hingga peristiwa ini saya buat jadi peluang untuk menghimpun batu. Saya beli bongkahan lantas dipotong sendiri di Palembang, " tutur dia.
Anak pertama dari dua bersaudara ini menyampaikan sangatlah berkesan dengan kearifan budaya orang-orang setempat yang sekian membanggakan perhiasan lokal punya sendiri.
Ia menyampaikan, ini jadi pelajaran bernilai dalam sistem pelajari budaya serta tingkah pola orang-orang Indonesia.
" Di Jerman lain, orang lebih sukai batu yang berkelas untuk jadikan perhiasan serta investasi, sesaat disini orang sangatlah bangga bila gunakan batu asli lokal, bila dapat diasah sendiri, cuma hanya itu maksudnya, " kata Ruben yang menyampaikan telah dapat bikin makanan khas empek-empek ini.
Mulai sejak suka pada batu akik, kesibukan Ruben tidak luput dari aktivitas memotong serta mengasah batu.
Menurut salah seseorang gurunya, Marwiyah Maya, orang-tua angkat Ruben, Keluarga Tamlicho Latief sangat terpaksa mengungsikan gerinda punya Ruben ke sekolah lantaran cemas lihat aktivitas luar umum mulai sejak kehadiran alat pemotong batu itu.
" Ruben ini bila telah mengatur batu akik hingga lupa saat, pernah hingga tidur jam tiga awal hari, jadi orangtuanya cemas, " kata Marwiyah.
Tidak tanggung-tanggung, remaja Jerman yang duduk di kelas XI ini mempunyai sendiri alat gerinda, serta sudah bikin belasan perhiasan batu akik mulai sejak empat bln. paling akhir.
Gagasannya, warga Berlin ini bakal membawa batu akik juga sebagai oleh-oleh untuk sanak keluarga saat kembali ke Jerman dua bln. yang akan datang.
" Awalannya di ajak rekan sekolah ke pusat pembuatan batu akik. Awalannya heran mengapa sangat banyak orang yang mengerubungi pengasah batu, namun saat ini malah mereka yang heran mengapa ada bule yang mengasah batu, " kata Ruben ang didapati di stan sekolahnya di pameran pendidikan peringatan Hari Pendidikan Nasional di Palembang, Jumat (8/5).
Ruben sontak jadi perhatian pengunjung pada pameran itu lantaran tampang bule-nya jadi sangatlah kontras saat tengah memakai alat gerinda.
Walau repot, Ruben dengan ramah meladeni pertanyaan beberapa pengunjung sambil mengasah batu dengan lembar amplas. Ia tampak cekatan dengan sesekali mencelupkan batu di air yang diletakkan dalam gelas air mineral.
" Mari saksikan, batu punya saya telah dipajang di almari kaca, namun janganlah di tanya namanya lantaran saya tidak paham. Pokoknya ini batu-batu yang kerap digunakan wong Palembang (lavender, bacan, sunkis, red), " kata Ruben yang mulai lancar berbahasa Indonesia sesudah tinggal berbarengan keluarga angkat sepanjang delapan bln..
Ruben tidak menolak kegemaran pada batu akik lantaran di pengaruhi kehebohan yang berlangsung di Palembang, yaitu dari mulai pusat keramaian sampai pemukiman masyarakat ada kesibukan jual serta mengasah batu akik.
Ia juga temukan satu kemiripan saat berkunjung ke kota lain, yaitu Padang, Bukittinggi, Bandung, serta Jakarta.
" Nyatanya, demam batu ini bukan sekedar di Palembang saja hingga peristiwa ini saya buat jadi peluang untuk menghimpun batu. Saya beli bongkahan lantas dipotong sendiri di Palembang, " tutur dia.
Anak pertama dari dua bersaudara ini menyampaikan sangatlah berkesan dengan kearifan budaya orang-orang setempat yang sekian membanggakan perhiasan lokal punya sendiri.
Ia menyampaikan, ini jadi pelajaran bernilai dalam sistem pelajari budaya serta tingkah pola orang-orang Indonesia.
" Di Jerman lain, orang lebih sukai batu yang berkelas untuk jadikan perhiasan serta investasi, sesaat disini orang sangatlah bangga bila gunakan batu asli lokal, bila dapat diasah sendiri, cuma hanya itu maksudnya, " kata Ruben yang menyampaikan telah dapat bikin makanan khas empek-empek ini.
Mulai sejak suka pada batu akik, kesibukan Ruben tidak luput dari aktivitas memotong serta mengasah batu.
Menurut salah seseorang gurunya, Marwiyah Maya, orang-tua angkat Ruben, Keluarga Tamlicho Latief sangat terpaksa mengungsikan gerinda punya Ruben ke sekolah lantaran cemas lihat aktivitas luar umum mulai sejak kehadiran alat pemotong batu itu.
" Ruben ini bila telah mengatur batu akik hingga lupa saat, pernah hingga tidur jam tiga awal hari, jadi orangtuanya cemas, " kata Marwiyah.