Daya Beli Merosot, Elektronik Kalah Bersaing dengan Batu Akik


Momon (43) tengah asyik bercengkrama dengan rekan sesama pedagang elektronik di Jl. Bekasi Barat, Jatinegara, Jakarta Timur saat seseorang calon konsumen datang akan beli kulkas. Tawar-menawar harga tidak berjalan lama sampai keduanya setuju di harga Rp 1, 65 juta.

“Ini konsumen pertama mulai sejak saya buka toko jam 09. 00 pagi, ” kata Momon. Saat itu, jam dinding di toko Andromeda tunjukkan jam 14. 15 WIB.

Terakhir, Momon memanglah kesusahan jual barang dagangannya. Konsumen yang mencari barang elektronik semakin hari semakin sedikit. Alhasil, omzet Toko Andromeda menyusut sampai 50 %. Pada awal mulanya, omzet Toko Andromeda yang sudah berdiri mulai sejak 1992 silam itu rata-rata meraih Rp 16 juta /hari. Saat ini omzetnya turun, rata-rata cuma Rp 8 juta /hari.

Momon rasakan penurunan penjualan mulai sejak th. lantas, terlebih sesudah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), pertengahan November 2014 lantas. “Yang paling banyak di cari konsumen saat ini batu akik, bukanlah elektronik lagi, ” keluh Magi (39), yang memiliki toko elektronik 35, tidak jauh dari Toko Andromeda.

Saat paceklik kenyataannya memanglah tidak hanya dihadapi pedagang barang elektronik. Heru Santoso, Asociate Director Panasonic Gobel Indonesia mengaku, sesudah meraih puncaknya di 2012, pasar product elektronik memanglah selalu alami penurunan sampai 2014.

Menurut Heru, penurunan keinginan berlangsung di banyak type product elektronik. Ambillah misal, di banding 2012, keinginan tv pada 2014 anjlok sampai 19 %, kulkas turun 14 %, serta AC turun sampai 8 %. “Kelesuan pasar paling merasa di Januari-Maret 2015 lantas, ” kata Heru tanpa ada menyebutkan angka.

Pernyataan Heru diamini oleh AG. Rudyanto. Ketua Electronic Marketers Club (EMC) itu menyebutkan, penurunan penjualan berlangsung nyaris di seluruhnya type product elektronik, terlebih product yang tingkat penetrasinya telah tinggi, seperti tv yang telah diatas 90 %.

Untuk tv LED, market share paling besar ada di kelas 32 inci. Segmen ini adalah arena pertempuran antar-merek serta pertempuran harga yang paling sengit. Tidak aneh bila banyak produsen mulai berpindah ke segmen TV LED dengan ukuran monitor yang semakin besar. “TV LED big size telah mulai naik cepat penjualannya lantaran harga telah terkoreksi cukup banyak, ” kata Rudyanto.

Sesaat, PT LG Electronic Indonesia mulai rasakan sinyal tanda kelesuan pasar elektronik mulai sejak akhir Desember 2014. Ini tampak dari penurunan penjualan, terutama pada segmen menengah ke bawah, yang berlanjut sampai ke kuartal 1 th. 2015. “Penurunan penjualan untuk product di segmen menengah ke bawah cukup penting, yaitu 20 % sampai 25 %, ” tutur Budi Setiawan, Direktur Penjualan LG Electronic Indonesia.

Penurunan daya beli orang-orang disebut-sebut jadi biang keladi turunnya pasar elektronik. Terkecuali dampak pencabutan subsidi BBM yang bikin harga premium serta solar sekian kali dinaikkan, kenaikan tarif listrik serta harga gas elpiji juga memengaruhi pola mengkonsumsi orang-orang. Sekurang-kurangnya, dengan cara psikologis memengaruhi customer untuk mengerem pengeluaran.

Kurs paling signifikan

Tetapi, aspek penghambat yang paling penting yaitu pelemahan nilai ganti rupiah pada dollar AS. Pemicunya, impor product elektronik masih tetap sangatlah menguasai. Walau di produksi didalam negeri, beberapa besar komponennya masih tetap dihadirkan dari luar negeri serta mesti dibayar dengan dollar AS. Di Polytron umpamanya, seputar 60 % bahan baku masih tetap mesti di impor.

Untungnya, penjualan product yang menyasar customer segmen menengah ke atas tak ikutan letoi. Hal semacam ini tampak dari penjualan product LG untuk kelas premium terus dapat stabil. “Penjualan product premium yang stabil masih tetap dapat mengkaver penjualan di segmen menengah bawah yang turun penting, ” tutur Budi tanpa ada menyebutkan angka.

Product yang termasuk juga kelompok elegan, lebih Rudyanto, memanglah masih tetap memiliki ruangan tumbuh yang cukup besar. Umpamanya, AC yang pemasarannya semakin banyak di kota besar seperti Jakarta. Perkembangan bidang property ke depan, terlebih untuk tempat tinggal jangkung serta rumah elegan juga diinginkan dapat mendongkrak penjualan pendingin ruang. “Produsen AC mulai banyak yang masuk Indonesia. Umpamanya, Daikin serta Mitsubishi yang dahulu memercayakan distributor, saat ini segera terjun, ” kata Rudyanto.

Pelaku industri elektronik sendiri masih tetap optimistis, situasi bakal lebih baik pada kuartal II-2015. Salah satu pendongkraknya yaitu bln. suci Ramadan. Mendekati bln. puasa, penjualan beberapa produk kepentingan rumahtangga, seperti rice cooker serta jus umumnya akan naik cukup penting. Bila berkaca pada tahun-tahun pada awal mulanya, perkembangan penjualan beberapa produk itu dapat meraih 30 %.

Keadaan ini diperkirakan bakal berjalan sepanjang dua-tiga bln., diawali Mei 2015. Waktu itu, beberapa pedagang ritel mulai belanja untuk menyetok barang. Dampaknya pada rantai distribusi, kata Rudyanto, produsen juga mulai menyiapkan diri untuk menyambut kenaikan keinginan pada asat itu. “Tren penjualan mesin pencuci Polytron bakal bertambah mendekati bln. puasa lantaran beberapa pembantu rumahtangga mudik, ” tambah Santo Kandunganusman, PR and Marketing Moment Manager Polytron.

Tetapi, sesudah hari raya Idul Fitri berlalu, keadaan pasar elektronik kembali susah diperkirakan. Gerakan nilai ganti rupiah masih tetap susah ditebak. Disamping itu, ancaman pada daya beli orang-orang belum selesai karena kebijakan pencabutan subsidi premium bikin harga bensin dapat bergerak turun-naik.