Presiden Indonesia periode 2004-2014 Susilo Bambang Yudhoyono kembali memborong batu akik di kampung halamannya di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Kamis, 12 Maret 2015. Kesempatan ini, batu akik yang dibeli yaitu hasil produksi Parjianto di Desa Wareng, Kecamatan Punung, Pacitan.
“Ada 40-an batu serta cincin akik yang beliau beli, keseluruhan harga nya seputar Rp 10 juta, ” kata Parjianto, Kamis.
Parjianto adalah salah satu perajin batu alam terkenal di Pacitan. Parjianto adalah perajin yang pernah ikuti pelatihan di Asian Institute of Gemological Sciences (IAGS) institut swasta di Bangkok, Thailand, tempat belajar perihal beberapa jenis batuan mulia.
Product yang dihasilkannya berbentuk perhiasan seperti gelang, kalung, bros, serta liontin sudah menembus pasar India serta Timur Tengah. Product yang lain berbentuk tarikan laci meja juga sudah terjual di Prancis serta Amerika Serikat. “Kalau untuk akik pasarnya di tingkat lokal Indonesia, ” tutur Parijanto.
Penjualan ke luar negeri sukses ditembus lewat penghubung entrepreneur asal Bali. Parjianto mengenalnya sesudah kerapkali ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan untuk ikuti pameran tingkat nasional serta internasional.
Adapun omzet yang didapatnya meraih Rp 20 juta sampai Rp 25 juta rata-rata per bln.. Omzet sejumlah itu tidak terlepas dari usaha keras serta keulutan Parjianto tekuni usahanya.
Berbekal keterampilan yang didapat dari tempatnya bekerja di Unit Bina Industri Batu Mulia (UBIBAM) di Desa Sukodono, Kecamatan Donorojo, Pacitan, Parjianto mulai memproses batu alam jadi komoditas bernilai ekonomi tinggi pada th. 1989. Product berbentuk batu alam poles di jual di depan rumah serta tempat usahanya di depan Gua Tabuhan, Desa Wareng.
Pundi-pundi rupiah semakin mengalir ke kantongnya. Parjianto semakin semangat untuk mengeksplorasi batu alam untuk jadikan cincin akik. Karena keuletan itu, Parjianto ditunjuk oleh petugas Dinas Pertambangan Propinsi Jawa Timur untuk turut pelatihan di IAGS pada th. 1994.
Tanpa ada banyak pertimbangan, Parjianto terima serta pada akhirnya pergi ke Bangkok dengan seseorang perajin batu alam asal Malang. “Di sana saya memperoleh kursus perihal penilaian warna batu sepanjang tiga bln., ” tutur suami dari Diana Setyawati, 34 th. itu.
Rampung ikuti pelatihan yang dibiayai pemerintah, Parjianto pulang ke Pacitan. Tidak berselang lama hasrat untuk memperdalam pengetahuan perihal batu alam semakin mencapai puncak. Parjianto mengambil keputusan untuk kembali ikuti sebagian kursus di IAGS pada 1996 dengan cost sendiri.
“Kurang lebih hingga Rp 200 juta yang saya bisa dari orangtua, ” kata Parjianto. Duit sejumlah itu dari hasil penjualan sebagian harta seperti tanah ataupun sapi punya keluarganya.
Hasil ikuti pelatihan di IAGS, Parjianto mempunyai kekuatan mengidentifikasi type batu, membuat serta memoles batu alam sampai mempunyai keindahan. Diluar itu, dia juga dapat bikin bermacam perhiasan dengan bahan basic batu alam.
“Ada 40-an batu serta cincin akik yang beliau beli, keseluruhan harga nya seputar Rp 10 juta, ” kata Parjianto, Kamis.
Parjianto adalah salah satu perajin batu alam terkenal di Pacitan. Parjianto adalah perajin yang pernah ikuti pelatihan di Asian Institute of Gemological Sciences (IAGS) institut swasta di Bangkok, Thailand, tempat belajar perihal beberapa jenis batuan mulia.
Product yang dihasilkannya berbentuk perhiasan seperti gelang, kalung, bros, serta liontin sudah menembus pasar India serta Timur Tengah. Product yang lain berbentuk tarikan laci meja juga sudah terjual di Prancis serta Amerika Serikat. “Kalau untuk akik pasarnya di tingkat lokal Indonesia, ” tutur Parijanto.
Penjualan ke luar negeri sukses ditembus lewat penghubung entrepreneur asal Bali. Parjianto mengenalnya sesudah kerapkali ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan untuk ikuti pameran tingkat nasional serta internasional.
Adapun omzet yang didapatnya meraih Rp 20 juta sampai Rp 25 juta rata-rata per bln.. Omzet sejumlah itu tidak terlepas dari usaha keras serta keulutan Parjianto tekuni usahanya.
Berbekal keterampilan yang didapat dari tempatnya bekerja di Unit Bina Industri Batu Mulia (UBIBAM) di Desa Sukodono, Kecamatan Donorojo, Pacitan, Parjianto mulai memproses batu alam jadi komoditas bernilai ekonomi tinggi pada th. 1989. Product berbentuk batu alam poles di jual di depan rumah serta tempat usahanya di depan Gua Tabuhan, Desa Wareng.
Pundi-pundi rupiah semakin mengalir ke kantongnya. Parjianto semakin semangat untuk mengeksplorasi batu alam untuk jadikan cincin akik. Karena keuletan itu, Parjianto ditunjuk oleh petugas Dinas Pertambangan Propinsi Jawa Timur untuk turut pelatihan di IAGS pada th. 1994.
Tanpa ada banyak pertimbangan, Parjianto terima serta pada akhirnya pergi ke Bangkok dengan seseorang perajin batu alam asal Malang. “Di sana saya memperoleh kursus perihal penilaian warna batu sepanjang tiga bln., ” tutur suami dari Diana Setyawati, 34 th. itu.
Rampung ikuti pelatihan yang dibiayai pemerintah, Parjianto pulang ke Pacitan. Tidak berselang lama hasrat untuk memperdalam pengetahuan perihal batu alam semakin mencapai puncak. Parjianto mengambil keputusan untuk kembali ikuti sebagian kursus di IAGS pada 1996 dengan cost sendiri.
“Kurang lebih hingga Rp 200 juta yang saya bisa dari orangtua, ” kata Parjianto. Duit sejumlah itu dari hasil penjualan sebagian harta seperti tanah ataupun sapi punya keluarganya.
Hasil ikuti pelatihan di IAGS, Parjianto mempunyai kekuatan mengidentifikasi type batu, membuat serta memoles batu alam sampai mempunyai keindahan. Diluar itu, dia juga dapat bikin bermacam perhiasan dengan bahan basic batu alam.